Page 120 - drama_pengetahuan_dan_apresiasi
P. 120
4. Tema
Tema yang diangkat dari naskah drama ”RT 0 RW 0” ini merupakan
sebuah realitas sosial perjuangan hidup. Dalam naskah ini terlihat dari
setiap dialognya yang lebih menonjolkan sikap pantang menyerah dan
eratnya rasa kekeluargaan.
5. Amanat
Banyak amanat yang dapat diambil dari penggalan naskah drama
tersebut. Amanat yang dapat dipetik dalam naskah ”RT 0 RW 0” ini yaitu
sebagai manusia, kita tidak boleh pantang menyerah dan mudah putus
asa. Jika kita memiliki kemauan, di situlah jalannya. Kita akan menemukan
jalan menuju kesuksesan untuk hidup lebih baik dan layak.
6. Petunjuk Teknis
Petunjuk teknis dalam naskah drama selalu berkaitan dengan teks
samping. Teks samping dalam penggalan naskah drama tersebut telah
memberikan petunjuk teknis tentang tokoh, watak, waktu, suasana pentas,
suara, dan sebagainya. Petunjuk teknis tersebut akan mempermudah
sutradara dan pemain dalam menafsirkan naskah. Berikut disajikan
beberapa petunjuk teknis dalam penggalan naskah drama tersebut.
Kolong suatu jembatan ukuran sedang, di suatu kota besar. Pemandangan
biasa dari suatu pemukiman kaum gelandangan. Lewat senja. Tikar-tikar
robek. Papan-papan. Perabot-perabot bekas rusak. Kaleng-kaleng
mentega dan susu kosong. Lampu-lampu teplok.
Dua tungku, berapi. Di atasnya kaleng mentega, dengan isi berasap. Si
Pincang menunggui jongkok tungku yang satu, yang satu lagi ditunggui
oleh Kakek. Ani dan Ina asyik dandan dengan masing-masing di
tangannya sebuah cermin retak. Sekali-kali kedengaran suara gemuruh
di atas jembatan, tanda kendaraan berat lewat. Suara gemuruh lagi.
Kakek : (menggeleng-gelengkan kepalanya, sambil mengaduk isi kaleng
mentega di atas tungku)
Ani tertawa terbahak-bahak.
Kakek menggeleng-gelengkan kepalanya, terus mengaduk masakannya.
Suara gemuruh lagi.
Ani kesal. Ia pergi ke tepi bawah jembatan, melihat ke langit. Diacung-
acungkan tinjunya berkali-kali ke langit. Suara geluduk.
Selama Ani ngoceh tentang makanan enak itu, yang lainnya
mendengarkan dengan penuh sayu. Berkali-kali mereka menelan liurnya.
Suara geluduk. Semuanya melihat sayu pada Ani.
Pincang tiba-tiba menyepak kuat-kuat sebuah kaleng kosong di tanah.
Ani dan Ina dengan sepotong tikar robek menutupi kepalanya, pergi.
Hujan semakin lebat juga.
115