Page 117 - drama_pengetahuan_dan_apresiasi
P. 117

Pincang :  Kalau aku memiliki stelan gabardin, dengan sepatu dari kulit macan
                               tutul, dengan dasi sutera, dan rambutku dibelur dengan minyak
                               luar negeri, Kakekku yang terhormat: Apakah di kolong jembatan
                               ini masih tempatku? Apakah masih manusia gelandangan
                               namanya aku?
                      Kakek  :  Ya, di mana mesti mulai, di mana mesti berakhir, bagi orang-orang
                               seperti kita ini?
                      Pincang :  Dunia gelandangan adalah suatu lingkaran setan, Kek, yang tiap
                               hari tampaknya kian keker, kian angker juga. Satu-satunya lagi
                               yang masih bisa menolong kita, hanyalah kebetulan dan nasib
                               baik saja.
                      Kakek  :  Menanti-nantikan datangnya kebetulan bernasib baik itulah yang
                               sebenarnya kita lakukan tiap hari di kolong jembatan ini.
                      Pincang :  Satu per satu kita – pungguk-pungguk kerinduan bulan – akhirnya
                               berakhir dengan terapung di sungai butek ini. Mayat kita yang
                               telah busuk, dibawa kuli-kuli kotapraja ke RSUP, lalu ditempeli
                               dengan tulisan tercetak: Tak dikenal. Kita dikubur tanpa upacara,
                               cukup oleh kuli-kuli RSUP. Atau, paling-paling mayat kita
                               disediakan sebagai bahan pelajaran bagi mahasiswa-mahasiswa
                               kedokteran.
                      Kakek  :  Itu masih mendingan. Itu namanya, bahkan dengan mayat kita,
                               kita masih bisa menjadi pahlawan-pahlawan tak dikenal bagi
                               kemanusiaan, lewat ilmu urai untuk mahasiswa-mahasiswa
                               kedokteran. Apa jadinya dengan kemanusiaan nantinya, tanpa
                               kita?
                      Dikutip dari:  https://sites.google.com/site/mencilak/naskah-drama-2/RT%20NOL%20RWNOL.
                      doc?attredirects=0&d=1
                      1.  Tokoh dan Penokohan
                            Dalam penggalan naskah drama ”RT 0 RW 0” tersebut terdapat
                         empat tokoh, yaitu Ani, Ina, Kakek, dan Pincang. Tokoh Ani dalam
                         penggalan naskah drama tersebut memiliki watak keras kepala dan
                         pantang menyerah. Watak tokoh Ani dibuktikan lewat dialog berikut.
                           Ani :  (selesai mengenakan bajunya) Ya, tuan-tuan. Semuanya itu akan
                                kami nikmati malam ini. Cara apa pun akan kami jalani, asal kami
                                dapat memakannya malam ini. Ya, malam ini juga!
                           Ani :  Terus, pantang mundur! Kita bukan dari garam, kan?!
                            Tokoh Ina dalam penggalan naskah drama tersebut memiliki watak
                         penyabar. Watak tokoh Ina dapat dibuktikan dari dialog berikut.
                           Ina :  (mendekatinya) Sudahlah, Kak. Hujan atau tak hujan, kita tetap
                                keluar.







                       112
   112   113   114   115   116   117   118   119   120   121   122