Page 140 - drama_pengetahuan_dan_apresiasi
P. 140
Gunarto : Maimun! Sering benar engkau memakai kata-kata yang tak
berarti ”Ayah”. Hanya karena orang masuk ke rumah kita lalu
ia mengatakan ayah kita, kau panggil dia ”Ayah”? Padahal dia
tidak kita kenal. Sekarang ini dapatkah kau merasakan dengan
sungguh-sungguh bahwa kau sedang berhadapan dengan
seorang ayah? Ayahmu?
Maimun : Tapi Mas Narto, kita adalah darah dagingnya. Bagaimanapun
kelakuannya, kita tetap anaknya, anaknya yang harus
memeliharanya.
Gunarto : Jadi maksudmu itu adalah kewajiban kita? Sesudah ia
memuaskan hatinya di mana-mana dia kembali karena telah
tua? Dan haruskah kita memeliharanya? Heeemmm, enak betul
kalau begitu.
Saleh : (agak marah, tapi tak berdaya) Gunarto, sampai benar hatimu
berkata demikian terhadap ayahmu, ayahmu sendiri, ayah
kandungmu.
Gunarto : Ayah kandung? Gunarto yang dulu pernah berayah, dia telah
meninggal dua puluh tahun yang lalu, menyempelungkan diri
ke dalam laut. Gunarto yang sekarang adalah Gunarto yang
dibentuk oleh Gunarto sendiri. Aku tak merasa berhutang budi
dengan siapa pun di dunia ini. (hening sebentar, terdengar tangis
Mintarsih dan Ibu) Aku merdeka . . . semerdeka-merdekanya
. . . .
Saleh : Memang aku berdosa dulu itu. Aku mengaku, itulah sebabnya
aku kembali waktu tuaku untuk memperbaiki segala kesalahanku.
Tetapi benar katamu itu . . . . Aku tak kan mendorong-dorongkan
diriku di mana tak dikehendaki. Aku pergi . . . tetapi tahukah
engkau bagaimana pedih rasa batinku, aku yang dulu pernah
dihormati, kaya dan punya harta benda berjuta-juta rupiah,
sekarang diusir sebagai pengemis oleh anaknya sendiri.
Bagaimanapun aku terpeleset . . . aku tak mau mengganggu
orang lain. (dia hendak pergi)
Maimun : (menahan) Tunggu dulu, Ayah. Jika Mas Narto tak mau menerima
ayah, akulah yang akan menerima. Aku tak peduli apa yang
pernah terjadi.
Gunarto : Kau jangan membela dia. Ingatlah siapa yang membesarkan
engkau. Lupakah engkau? Akulah yang mengongkosi engkau
selama ini dari gajiku dan keringatku sebagai kuli dan kacung
suruhan. Ayahmu yang sebenarnya adalah aku, Maimun . . . .
Mintarsih : (tersedu-sedu menyambung cepat) Engkau telah menyakiti ibu
juga, Mas Narto . . . .
135