Page 137 - drama_pengetahuan_dan_apresiasi
P. 137
Aku pun sebenarnya ingin jadi seorang yang pandai, berharga,
dapat berbakti kepada masyarakat dan bangsa . . . tapi aku
hanyalah keluaran sekolah rendah . . . . Aku tak pernah meningkat
tinggi, karena aku tak berayah lagi. Bekerjalah sekuat tenagamu.
Aku percaya engkau insaf akan panggilan zaman sekarang.
Mintarsih masuk. Ia gadis yang periang tampaknya.
Mintarsih : Wah, kalian sudah makan rupanya?
Ibu : Tadi kami tunggu, tapi engkau lama benar, Min. (Mintarsih terus ke
jendela melihat keluar) Makanlah. Apa yang kau lihat di situ?
Mintarsih : Waktu aku pulang tadi . . . . (melihat pada Gunarto yang terus
makan) Mas Narto, dengarlah dulu!
Gunarto : (biasa saja) Aku mendengar.
Mintarsih : Ada orang tua di pojok jalan ini, dari jembatan sana melihat-lihat
keadaan rumah kita, . . . seperti kera nampaknya (semua diam).
Kenapa diam?
Maimun : (cepat mau berdiri) Orang tua macam apa, Min? (meninjau lewat
jendela)
Mintarsih : Hari agak gelap, tak begitu jelas bagiku. Tapi orangnya tinggi,
Mas.
Gunarto : (agak menoleh) Siapa Maimun?
Maimun : Tidak ada orang yang kelihatan. (kembali ke tempatnya)
Ibu : (meletakkan sendok, terkenang) Malam lebaran seperti ini, waktu
dia pergi itu. Mungkinkah . . . ?
Gunarto : (agak kesal) Sudahlah, Bu. Lupakanlah apa yang telah lalu itu.
Ibu : (mengenang terus) Waktu kami sama-sama muda, kami sangat
berkasih-kasihan. Banyak kenangan indah di masa itu yang tak
bisa aku lupakan. Mungkinkah ia kembali juga. Karena ia telah
tua, hatinya mungkin lunak juga. (diam sejurus, terdengar suara
laki-laki)
Saleh : Assalamu’alaikum . . . . Assalamu’alaikum . . . . Apakah di sini
rumah nyonya Saleh?
Ibu : (kaget, bangkit dari kursi) Astafi rullah. Ayahmu pulang, ayahmu
pulang. (cepat ia ke beranda depan, sementara itu Saleh masuk,
seorang tua kira-kira berumur 60 tahun)
Saleh : (tersenyum lemah) Ya, aku berubah, Tinah. Dua puluh tahun
perceraian mengubah muka. Tapi kulihat engkau sehat-sehat
saja.
Gembira aku. Anak-anak bagaimana! Tentunya sudah besar-
besar sekarang. (masih di beranda depan)
Ibu : Ya, mereka sudah besar-besar sekarang. Sudah lebih besar dari
ayahnya. Marilah masuk, tengoklah mereka.
Saleh : (ragu-ragu) Boleh . . ., bolehkah aku masuk, Tinah?
132