Page 136 - drama_pengetahuan_dan_apresiasi
P. 136

Maimun  :  Ada orang mengatakan, ayah ada di Singapura.
                      Ibu     :  Tapi itu sudah 10 tahun yang lalu. Waktu itu kata orang dia
                                punya toko besar di sana. Kata orang yang melihatnya, hidupnya
                                mentereng benar.
                      Gunarto  :  Dan anak-anaknya makan lumpur. (sinis)
                      Ibu     :  (terus saja seperti tidak mendengar) Tapi kemudian tak ada
                                kabar sama sekali tentang ayahmu itu. Apa lagi sesudah perang.
                                Sekarang di mana kita akan dapat bertanya.
                      Maimun  :  Bagaimana rupa ayah yang sebenarnya, Bu?
                      Ibu     :  Waktu ia masih muda, tidak begitu suka belajar, tidak seperti
                                kau, Maimun. Dia lebih suka berfoya-foya dan ayahmu disegani
                                orang. Ia pandai berdagang. Itulah . . . .
                      Gunarto :  (tidak sabar) Bu, marilah makan.
                      Ibu     :  Oh, ya, aku hampir lupa. (meletakkan sendok, keluar melalui
                                pintu sebelah belakang)
                      Gunarto  :  Pak Tirto bertemu dengan seorang tua itu kapan, Mun?
                      Maimun  :  Kemarin sore kira-kira jam enam.
                      Gunarto :  Bagaimana pakaiannya?
                      Maimun  :  Tak begitu bagus lagi. Katanya pakaiannya sudah compang-
                                camping dan pecinya sudah hampir putih.
                      Gunarto :  (seperti tak perduli) Heemmm, begitu?
                      Maimun  :  Kau masih ingat rupa ayah, Mas?
                      Gunarto  :  Tak ingat lagi.
                      Maimun :  Mestinya kau masih ingat, kau sudah besar waktu itu. Aku sendiri
                                masih rupanya, meskipun agak samar-samar.
                      Gunarto :  (agak kesal) Tak ingat lagi, kataku. Telah lama kupaksakan diriku
                                untuk melupakannya.
                      Maimun :  (terus saja) Pak Tirto banyak bercerita tentang ayah. Katanya
                                ayah seorang yang baik hati.
                      Ibu     :  (yang sementara itu masuk) Ya, orang bilang baik hati (terkenang)
                                . . . jika ia masih di rumah . . . besok hari akan lebaran pula . . . .
                                Dapatkah ia bersenang-senang di tengah-tengah kita.
                      Gunarto  :  Mintarsih seharusnya sudah pulang sekarang. Hari ini terlambat
                                sekali rasanya.
                      Maimun :  Mas Narto, aku berkenalan dengan gadis India. Dia akan
                                mengajar aku bahasa Urdu. Dan aku memberi pelajaran bahasa
                                Indonesia padanya.
                      Gunarto :  (agak keras) Baik itu, Mun. Kau mesti mengumpulkan ilmu
                                sebanyak-banyaknya. Hendaknya kau dapat membanggakan
                                kelak, kau menjadi orang yang berarti di masyarakat karena
                                tugasmu sendiri.
                                Dengan tiada bantuan seorang bapak atau siapa pun juga . . . .
                                (berhenti sejurus, sedih)





                                                                               131
   131   132   133   134   135   136   137   138   139   140   141