Page 49 - drama_pengetahuan_dan_apresiasi
P. 49
Ketepatan pemain dalam menyesuaikan antara gerakan pemain
dengan unsur teknis drama sangat diperlukan. Oleh karena itu, jika
latihan drama telah mantap, pemain perlu latihan tersendiri untuk
penyesuaian dengan unsur teknis ini. Sebagai contoh, jika iringan
musik berupa gamelan, penyesuaian dengan unsur ini membutuhkan
waktu. Sutradara perlu mengompromikan cerita dengan pemimpin
penabuh gamelan dan memadukan lakon dengan gamelan sehingga
tidak saling mengganggu.
Dalam latihan penyesuaian teknik pentas, pemain perlu juga
dimatangkan latihan vokal (suara) pada saat reading. Suara harus
dimantapkan, misalnya dalam warna suara, nada suara, watak suara,
perkembangan suara yang disesuaikan dengan progresi dan teknik
penonjolan, dan juga variasi suara agar tidak monoton. Latihan ini
perlu diperhatikan juga oleh sutradara agar suara yang diucapkan
oleh pemain selalu dijiwai, dihidupi oleh faktor psikologis, tampak
wajar, dan menghindarkan bagian-bagian berlebih-lebihan.
Oleh karena itu, pemain perlu melakukan latihan suara dan
ucapan dengan cermat dan cukup. Vokal harus diucapkan jelas.
Konsonan-konsonan tidak boleh dilafalkan setengah-setengah.
Dari awal sampai akhir drama, suara aktor harus cukup jelas (tidak
kehabisan suara). Di dalam latihan suara ini, pemain harus berlatih
olah vokal, latihan pernapasan, latihan letupan suara, latihan diksi
(gaya pengucapan), latihan tekanan, latihan bangun ucapan, dan
latihan menciptakan puncak lakon (klimaks).
Tahap-tahap penyesuaian dengan teknik seperti ini merupakan
tahap penting. Pemain harus menghayati dunia baru, yaitu dunia
imajinasi. Laku dramatis harus benar-benar dihayati oleh pemain.
Oleh karena itu, kepekaan emosi dan kemampuan imajinasi pemain
sangat diperlukan. Dunia pentas yang dihayati harus benar-benar
nyata dan orisinil. Oleh karena itu, kesan bersifat menghafal dan
teknis hendaknya dihilangkan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, latihan drama membutuhkan
waktu relatif cukup lama. Bermain drama tidak sekadar hafal teks yang
dimainkan, tetapi lebih jauh harus memindahkan lakon kehidupan
dalam naskah pentas secara realistis, secara alamiah, dan tidak
dibuat-buat. Setelah pemain hafal akan teks, latihan harus dipergiat
lagi dengan penghayatan lebih serius dan mendalam tentang watak,
blocking, crossing antarpemain, pengenalan pentas, pengenalan
dekorasi secara hidup dan wajar, juga pengenalan dekorasi secara
estetis terhadap segala hiasan, cara bicara, duduk, berdiri, berjalan,
dan keluar masuk, penghayatan tersebut harus merupakan potret
kehidupan yang ditampilkan di atas pentas.
44