Page 68 - drama_pengetahuan_dan_apresiasi
P. 68
Sumber: http://www.thewindow ofyogyakarta.com/images/foto/18.jpg, diunduh 13 Maret 2014
Langendriyan
Langendriyan lahir di luar tembok istana. Di Surakarta,
langendriyan diangkat menjadi tontonan kebanggaan istana
Mangkunegaran. Di Yogyakarta, langendriyan lahir dengan
dukungan para bangsawan istana, tetapi langendriyan tidak
pernah resmi menjadi tontonan milik istana. Baik di Surakarta
maupun di Yogyakarta, langendriyan mengambil sumber cerita
dari ”Serat Damarwulan”. ”Serat Damarwulan” mengisahkan
kehidupan kerajaan Majapahit ketika diperintah Ratu Ayu
Kencanawungu dalam usahanya memadamkan pemberontakan
Menakjingga.
Gerak tari langendriyan sangat unik. Para pemain
langendriyan melakukan gerakan-gerakan di atas pentas dengan
posisi berjongkok. Akan tetapi, di Surakarta, gerakan ini hanya
terjadi di awal perkembangannya. Setelah menjadi kesenian
istana, bentuk tarian langendriyan diubah dan dilakukan dalam
posisi berdiri. Para penari langendriyan Surakarta semuanya
wanita. Sebaliknya, di Yogyakarta semua peran dibawakan oleh
pria.
Gaya gerak tari para pelaku langendriyan tidak dibagi
secara terperinci seperti pada wayang orang. Akan tetapi,
pada dasarnya gaya gerak tari dibedakan menjadi putri (Ratu
Ayu Anjasmara), termasuk pula para emban, Damarwulan,
Lohgender, Layangkumitir, Menakjingga, Angkatbuta dan
Ongkotbuta, Dayun, Sabdapalon, dan Nayagenggong. Tugas
juru cerita, pengisi suasana, dan para pemberi aba-aba dalam
langendriyan dilakukan oleh seorang dalang. Pada mulanya
gamelan yang digunakan sebagai musik pengiring berlaras
slendro, tetapi selanjutnya dilengkapi dengan perangkat gamelan
berlaras pelog.
Di Surakarta, langendriyan dipertunjukkan di pendapa.
Karena seluruh pemainnya adalah wanita, tata rias penari
tidak seluruhnya disesuaikan dengan watak peran dan garis-
garis wajah. Gaya suara dalam dialog dan tembang tetap
mempertahankan suara indahnya. Para penari mengenakan
63