Page 69 - drama_pengetahuan_dan_apresiasi
P. 69
mekak untuk menutup bagian atas sampai bawah ketiak dan
ke bawah berpakaian seperti busana dan kelengkapan pakaian
wayang orang. Akan tetapi, bentuk irah-irahan atau pakaian
kepala diinterpretasikan dari bentuk wayang klithik.
Di Yogyakarta, seluruh pemain langendriyan diperankan oleh
pria. Rias wajah seperti Menakjingga dapat lebih disesuaikan
dengan watak perannya. Demikian pula dengan watak suara dan
dialog tembangnya. Para pemain mengenakan baju berlengan
panjang atau sebatas siku untuk peran pria dan berlengan
pendek untuk peran wanita. Sebagai hiasan kepala, para
pemain pria mengenakan ikat tepen, songkok, dan kopiah, serta
jamangan bagi peran wanita. Pakaian tubuh bagian bawah tidak
jauh beda dengan pakaian wayang orang gaya Yogyakarta.
8) Kentrung
Kentrung adalah bentuk teater rakyat berupa cerita yang
disampaikan secara lisan di depan sejumlah penonton oleh
dalang kentrung. Nama lain untuk kentrung adalah emprak,
opak, apem, puja rasul, seni timplung (di Banyumas).
Seni kentrung diduga muncul pada zaman Kesultanan
Demak (abad ke-16) dan berkembang di wilayah pesisir Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Kentrung hanya dipentaskan pada
upacara sunatan, tingkeban (tujuh bulan kehamilan), pengantin,
atau untuk ruwatan (tolak bala).
Cerita kentrung yang dipentaskan disesuaikan dengan
maksud upacara. Khazanah ceritanya diambil dari agama Islam,
seperti ”Lahirnya Nabi Musa”, ”Nabi Jusuf”, atau legenda rakyat
seperti ”Jaka Tarub”.
Cerita kentrung dituturkan oleh dalang kentrung dengan
bentuk prosa diselingi puisi yang dinyanyikan. Penceritaan
diiringi tabuhan musik terdiri atas terbang (rebana), gendang,
angklung, keprak, lesung atau trompet, bedug kecil atau lain
lagi.
Sumber: http://budparpora.fi les.wordpress.com/2009/12/kentrung.jpg, diunduh 13 Maret 2014
Kentrung
64